Wednesday, October 20, 2010

seputar telematika

Kandungan Lokal Rendah
Oleh Administrator

Kandungan lokal industri telekomunikasi kurang dari 10 persen karena industri pendukung belum berkembang dengan baik. Akibatnya, pengusaha lokal tidak mendapatkan nilai tambah dari belanja telekomunikasi.

Rendahnya kandungan lokal ini diutarakan Menteri Informasi dan Telekomunikasi Sofyan Djalil ketika membuka Rakornas Telematika Kadin Indonesia, Senin (25/7) di Jakarta. Menurut dia, kandungan lokal yang rendah menyebabkan nilai tambah dalam negeri bagi perekonomian nasional menjadi relatif kurang.

Pembangunan telematika di Indonesia menghadapi persoalan berat karena penggunaan perangkat pendukung hampir 90 persen merupakan produk impor. Hal ini menimbulkan persoalan karena beban kebutuhan devisa menjadi sangat besar, ujar Sofyan.

Dirut PT Telkom Arwin Rasjid mengatakan, pendapatan operator telepon pada tahun 2004 di luar penjualan handset mencapai Rp 48 triliun. Jumlah itu menunjukkan bahwa industri telekomunikasi masih lebih tinggi dibandingkan dengan industri otomotif yang sekitar Rp 40 triliun.

Dia menambahkan, industri telekomunikasi Indonesia pada tahun 2010 akan berkembang pesat. Dalam lima tahun lagi, pendapatan operator naik menjadi Rp 140 triliun.

Jumlah pendapatan tersebut akan lebih tinggi lagi jika ditambah dengan nilai penjualan handset. Penjualan handset pada saat ini mencapai 10 juta unit per tahun.

Sementara itu, Direktur Utama PT Indosat Hasnul Suhaimi juga mengatakan prospek industri telekomunikasi di Indonesia akan berkembang pesat. Indosat memperkirakan jumlah pelanggan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2008 dibandingkan yang terdaftar pada saat ini.

Namun, menurutnya, pertumbuhan industri telekomunikasi yang pesat itu harus didukung beberapa faktor, antara lain jumlah operator yang cukup, regulator yang independen, dan konsistensi peraturan.

Terus meningkat

Data Komite Tetap Informatika Kadin menunjukkan bahwa pasar teknologi dan informasi (TI) terus meningkat, baik peranti lunak, peranti keras, maupun servis. Pasar TI di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 1,7 miliar dollar AS pada tahun 2005 menjadi 2,5 miliar dollar AS pada tahun 2008.

Sementara pasar paket perangkat lunak Indonesia tercatat sebanyak 30 pengembang papan atas menguasai 60 persen pasar di Indonesia. Pemain utama selama ini memang terdiri dari vendor asing.

Kadin mencatat bahwa industri perbankan, manufaktur, dan telekomunikasi mendominasi belanja TI. Ketiga kelompok tersebut mengambil porsi 50 persen dari total belanja sebesar 1,7 miliar dollar AS yang disebabkan basis pelanggan yang besar, lingkungan bisnis yang sangat kompetitif, dan keinginan untuk memanfaatkan teknologi yang terbaru.

Pada kesempatan itu, Sofyan menantang pengusaha untuk meningkatkan kandungan lokal dengan menumbuhkan industri penunjang sehingga pertumbuhan sektor telekomunikasi bisa bermanfaat bagi pengusaha lokal. Dia juga berharap pengusaha memberikan masukan mengenai bantuan apa yang bisa diberikan pemerintah agar kandungan lokal tersebut bisa ditingkatkan.

Roadmap

Pemerintah saat ini sedang menyusun suatu rencana strategis untuk kebangkitan industri penunjang. Rencana itu akan dituangkan dalam roadmap yang berisikan perkiraan kebutuhan industri ke depan.

Bentuk perangkat penunjang industri yang dibutuhkan tak harus produk teknologi tinggi, namun dapat dimulai dari industri komponen atau perangkat yang pasarnya ada di dalam negeri.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Telematika Kadin Indonesia Anindya N Bakrie mengimbau seluruh pelaku industri telematika untuk berpartisipasi secara aktif untuk menyumbangkan pemikiran dalam rangka menumbuhkan industri penunjang telekomunikasi. Dia mengakui industri telekomunikasi berkembang dengan pesat, tetapi belum mengembangkan produk penunjang di dalam negeri.

Keberhasilan industri telepon seluler ternyata belum cukup signifikan untuk mendorong sektor telematika secara keseluruhan. Kesenjangan digital yang merupakan fenomena memprihatinkan di banyak negara berkembang masih kental mewarnai industri telematika di Indonesia, ujar Anindya.

Data menunjukkan penetrasi telepon tetap masih berkisar pada angka empat persen. Padahal, pemerintah memiliki komitmen untuk memenuhi target World Summit on the Information Society (WSIS) di mana 50 persen dari penduduk Indonesia harus mendapat akses informasi pada tahun 2015.

Kalangan pengusaha telematika, menurut Anindya, optimistis Indonesia mampu meningkatkan teledensitas (kepadatan telepon per 100 penduduk, Red). Namun, pemerintah masih harus memberikan kepastian hukum dalam industri telekomunikasi.

sumber :